Manusia dan Keadilan
MANUSIA DAN KEADILAN
Pengertian Keadilan, Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan
dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah
antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit.
Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua
orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan,
maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama,
kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang
tidak sama, sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut disebut
tidak adil.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang
dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya
dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada
pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga
Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya
dengan baik. Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab
pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai
anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing
telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada
nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah
pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban.
Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan
kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap
orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh
bagian yang sama dari kekayaan bersama.
A. Pengertian Keadilan
Keadilan memberikan kebenaran, ketegasan dan suatu jalan tengah dari
berbagai persoalan juga tidak memihak kepada siapapun. Dan bagi yang
berbuat adil merupakan orang yang bijaksana.
Contoh Keadilan:
Seorang koruptor yang memakan uang rakyat. Koruptor di tangkap dan
dimasukan kepenjara selama 2 tahun tanpa ada goresan luka sedikit pun
pada wajahnya. Hal tersebut mencerminkan bahwa hakim dan jaksa di
indonesia tidak adil pada rakyat kecil yang dikarenakan mencuri dompet
mendapatkan masa kurungan lebih dari sang koruptor, padahal koruptor
lah yang mencuri uang rakyat lebih banyak dari pada pencopet itu.
Bahkan koruptor bisa mendapatkan fasilitas yang istimewa bahkan
seperti apartemen didalam penjara.
B. Keadilan Sosial
Seperti pancasila yang bermaksud keadilan sosial adalah langkah yang
menetukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur. Setiap
manusia berhak untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya sesuai
dengan kebijakannya masing-masing.
5 Wujud keadilan sosial yang diperinci dalam perbuatan dan sikap:
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia
Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk untuk
menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan
dan sikap yang perlu dipupuk, yakni:
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
4. Sikap suka bekerja keras.
5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk
mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan
dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur
pemerataan yaitu:
1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya
pangan, sandang dan perumahan.
2. Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3. Pemerataan pembagian pendapatan.
4. Pemerataan kesempatan kerja.
5. Pemerataan kesempatan berusaha.
6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan
khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
C. Berbagai Macam Keadilan
a) Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani
umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu
masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut
sifat dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the gun).
Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto
menyebutnya keadilan legal.
b) Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal
yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara
tidak sama (justice is done when equals are treated equally) Sebagai
contoh: Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu
diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan
sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,-maka
Budi harus menerima Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Ali
dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.
c) Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan
kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan
asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang
bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau
bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
Dr.Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai seorang
dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti
menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari
dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis saling mencintai. Bila
dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada
keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr. sukartono sudah
berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan
menghancurkan rumah tangga. Karena Dr.Sukartono melalaikan
kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga
Dr.Sukartono.
D. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai
dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan
yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang
benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu
dituntut satu kata dan perbuatan-perbuatan yang berarti bahwa apa yang
dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur juga
menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata
ataupun yang masih terkandung dalam nuraninya yang berupa kehendak,
harapan dan niat.
Hakikat kejujuran dalam hal ini adalah hak yang telah tertetapkan, dan
terhubung kepada Tuhan. Ia akan sampai kepada-Nya, sehingga balasannya
akan didapatkan di dunia dan akhirat. Tuhan telah menjelaskan tentang
orang-orang yang berbuat kebajikan, dan memuji mereka atas apa yang
telah diperbuat, baik berupa keimanan, sedekah ataupun kesabaran.
Bahwa mereka itu adalah orang-orang jujur dan benar. Dan pada
hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang
tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta
rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.
E. Kecurangan
Kecurangan atau curang identik dengan ketidak jujuran atau tidak
jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah
tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan
hati nuraninya. Atau orang itu memang dari hatinya sudah berniat
curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun
kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang
yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat
sekelilingnya hidup menderita.
Sebab-Sebab Seseorang Melakukan Kecurangan
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan, ditinjau dari
hubungan manusia dengan alam sekitarnya ada empat aspek yaitu:
1. Aspek ekonomi
2. Aspek kebudayaan
3. Aspek peradaban
4. Aspek tenik
Apabila ke empat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka
segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma
hukum, akan tetapi apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa
tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang
melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan. Tentang baik dan
buruk Pujowiyatno dalam bukunya "filsafat sana-sini" menjelaskan bahwa
perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya berbohong,
menipu, merampas, memalsu dan lain-lain adalah sifat buruk. Lawan
buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan
manusia. Pada diri manusia seakan –akan ada perlawanan antara baik dan
buruk. Baik merupakan tingkah laku, karena itu diperlukan ukuran untuk
menilainya, namun sukarlah untuk mengajukan ukuran penilaian mengenai
halyang penting ini. Dalam hidup kita mempunyai semacam kesadaran dan
tahulah kita bahwa ada baik dan lawannya pada tingkah laku tertentu
juga agak mudah menunjuk mana yang baik, kalau tidak baik tentu buruk.
F. Pemulihan Nama Baik
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama
yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya
baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga
disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya.
Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau
perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah
tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan
perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun,
disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang
dihalalkan agama dan sebagainya. Pada hakekatnya pemulihan nama baik
adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang
diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan
ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik manusia harus tobat atau
minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus
bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan
kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong
dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrih, takwa terhadap Tuhan dan
mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu
dipupuk.
G. Pembalasan
Pembalasan adalah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu
dapat berupa perbuatan serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku
yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan
mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan
pembalasan, dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan pun diberikan
pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka. Pembalasan
disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat
mendapatkan pembalasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang
penuh kecurigaan, menimbulkan pembalasan yang tidak bersahabat pula.
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam
bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral
itu. Bila manusia bermuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya.
Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar hak
dan kewajiban manusia lain. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki
hak dan kewajibannya dilanggar, maka manusia berusaha mempertahankan
hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah
pembalasan
Pengertian Keadilan, Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan
dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah
antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit.
Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua
orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan,
maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama,
kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang
tidak sama, sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut disebut
tidak adil.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang
dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya
dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada
pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga
Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya
dengan baik. Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab
pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai
anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing
telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada
nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah
pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban.
Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan
kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap
orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh
bagian yang sama dari kekayaan bersama.
A. Pengertian Keadilan
Keadilan memberikan kebenaran, ketegasan dan suatu jalan tengah dari
berbagai persoalan juga tidak memihak kepada siapapun. Dan bagi yang
berbuat adil merupakan orang yang bijaksana.
Contoh Keadilan:
Seorang koruptor yang memakan uang rakyat. Koruptor di tangkap dan
dimasukan kepenjara selama 2 tahun tanpa ada goresan luka sedikit pun
pada wajahnya. Hal tersebut mencerminkan bahwa hakim dan jaksa di
indonesia tidak adil pada rakyat kecil yang dikarenakan mencuri dompet
mendapatkan masa kurungan lebih dari sang koruptor, padahal koruptor
lah yang mencuri uang rakyat lebih banyak dari pada pencopet itu.
Bahkan koruptor bisa mendapatkan fasilitas yang istimewa bahkan
seperti apartemen didalam penjara.
B. Keadilan Sosial
Seperti pancasila yang bermaksud keadilan sosial adalah langkah yang
menetukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur. Setiap
manusia berhak untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya sesuai
dengan kebijakannya masing-masing.
5 Wujud keadilan sosial yang diperinci dalam perbuatan dan sikap:
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia
Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk untuk
menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan
dan sikap yang perlu dipupuk, yakni:
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
4. Sikap suka bekerja keras.
5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk
mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan
dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur
pemerataan yaitu:
1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya
pangan, sandang dan perumahan.
2. Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3. Pemerataan pembagian pendapatan.
4. Pemerataan kesempatan kerja.
5. Pemerataan kesempatan berusaha.
6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan
khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
C. Berbagai Macam Keadilan
a) Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani
umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu
masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut
sifat dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the gun).
Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto
menyebutnya keadilan legal.
b) Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal
yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara
tidak sama (justice is done when equals are treated equally) Sebagai
contoh: Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu
diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan
sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,-maka
Budi harus menerima Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Ali
dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.
c) Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan
kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan
asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang
bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau
bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
Dr.Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai seorang
dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti
menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari
dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis saling mencintai. Bila
dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada
keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr. sukartono sudah
berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan
menghancurkan rumah tangga. Karena Dr.Sukartono melalaikan
kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga
Dr.Sukartono.
D. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai
dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan
yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang
benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu
dituntut satu kata dan perbuatan-perbuatan yang berarti bahwa apa yang
dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur juga
menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata
ataupun yang masih terkandung dalam nuraninya yang berupa kehendak,
harapan dan niat.
Hakikat kejujuran dalam hal ini adalah hak yang telah tertetapkan, dan
terhubung kepada Tuhan. Ia akan sampai kepada-Nya, sehingga balasannya
akan didapatkan di dunia dan akhirat. Tuhan telah menjelaskan tentang
orang-orang yang berbuat kebajikan, dan memuji mereka atas apa yang
telah diperbuat, baik berupa keimanan, sedekah ataupun kesabaran.
Bahwa mereka itu adalah orang-orang jujur dan benar. Dan pada
hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang
tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta
rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.
E. Kecurangan
Kecurangan atau curang identik dengan ketidak jujuran atau tidak
jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah
tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan
hati nuraninya. Atau orang itu memang dari hatinya sudah berniat
curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun
kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang
yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat
sekelilingnya hidup menderita.
Sebab-Sebab Seseorang Melakukan Kecurangan
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan, ditinjau dari
hubungan manusia dengan alam sekitarnya ada empat aspek yaitu:
1. Aspek ekonomi
2. Aspek kebudayaan
3. Aspek peradaban
4. Aspek tenik
Apabila ke empat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka
segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma
hukum, akan tetapi apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa
tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang
melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan. Tentang baik dan
buruk Pujowiyatno dalam bukunya "filsafat sana-sini" menjelaskan bahwa
perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya berbohong,
menipu, merampas, memalsu dan lain-lain adalah sifat buruk. Lawan
buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan
manusia. Pada diri manusia seakan –akan ada perlawanan antara baik dan
buruk. Baik merupakan tingkah laku, karena itu diperlukan ukuran untuk
menilainya, namun sukarlah untuk mengajukan ukuran penilaian mengenai
halyang penting ini. Dalam hidup kita mempunyai semacam kesadaran dan
tahulah kita bahwa ada baik dan lawannya pada tingkah laku tertentu
juga agak mudah menunjuk mana yang baik, kalau tidak baik tentu buruk.
F. Pemulihan Nama Baik
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama
yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya
baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga
disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya.
Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau
perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah
tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan
perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun,
disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang
dihalalkan agama dan sebagainya. Pada hakekatnya pemulihan nama baik
adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang
diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan
ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik manusia harus tobat atau
minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus
bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan
kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong
dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrih, takwa terhadap Tuhan dan
mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu
dipupuk.
G. Pembalasan
Pembalasan adalah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu
dapat berupa perbuatan serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku
yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan
mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan
pembalasan, dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan pun diberikan
pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka. Pembalasan
disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat
mendapatkan pembalasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang
penuh kecurigaan, menimbulkan pembalasan yang tidak bersahabat pula.
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam
bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral
itu. Bila manusia bermuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya.
Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar hak
dan kewajiban manusia lain. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki
hak dan kewajibannya dilanggar, maka manusia berusaha mempertahankan
hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah
pembalasan
Komentar
Posting Komentar